Ratusan bangunan liar yang berdiri di atas saluran air di Jalan Indo Karya Blok D-G, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara diratakan tanah oleh petugas. Ini dilakukan karena keberadaannya menyerobot lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum), selain itu juga dikeluhkan warga karena dianggab menggangu jalan.
Dalam penertiban ini sebanyak 370 personel gabungan dari
Satpol PP, TNI dan Polri dikerahkan ke lokasi. Sebelum dilakukan pembongkaran
ini petugas sudah melayangkan surat peringatakan tiga kali. Namun, karena
hingga batas waktu yang ditentukan belum juga dilakukan pembongkaran akhirnya petugas terpaksa menertibkannya.
Pantauan di lapangan pada Senin (15/12) pagi, ratusan petugas tengah membongkar bangunan semi permanen milik warga. Untuk mempercepat pembongkaran, petugas mengerahkan satu unit ekskavator. Namun penertiban sempat menemui kendala, lantaran ada satu unit peti kemas milik warga yang diubah menjadi hunian di atas saluran air.
Meski demikian, peti kemas sepanjang 20 kaki itu akhirnya berhasil dipindahkan menggunakan forklit. Alat berat itu, bukan dikerahkan oleh petugas, akan tetapi disewa oleh pemilik peti kemas.
"Saya mesti nyewa forklit sendiri sebesar Rp 3 juta per unit untuk satu jam. Sementara yang dikerahkan saja ada dua forklit, jadi saya harus keluarkan uang Rp 6 juta. Ini kami lakukan dengan tujuan agar pengerjaan pemindahan lebih cepat," kata Sulvia,32 pemilik peti kemas, di lokasi pada Senin (15/12) pagi.
Ia mengaku, pihaknya menempatkian peti kemas itu sudah dua tahun lalu. Awalnya, peti kemas seharga Rp 14 juta ini, digunakan sebagai kantor oleh salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pergudangan. Namun karena tidak diisi, akhirnya dibeli Sulvia dan diubah menjadi tempat tinggal. Apabila ditotal beserta isi di dalamnya, dirinya telah mengeluarkan uang hingga Rp 30 jutaan.
Diakui oleh Sulvia, sebelum tempat tinggalnya dibongkar, dirinya memang sudah mendapat surat peringatan sebanyak tiga kali. Namun karena mengindahkan surat tersebut, ia pun panik ketika petugas hendak menertibkan tempat tinggalnya. “Rencanannya Minggu kemarin kami akan pindah, tapi suami saya sedang diluar kota makanya saya ditunda," kata Sulvia sambil mengatakan saat ini dirinya bingun mau tinggal dimana.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hajir,55 salah seorang
warga, dia mengaku meski rumahnya sudah dibongkat namun ia akan membangun kembali
rumahnya di lokasi. ini ia lakukan karena dirinya sudah diamanatkan oleh tiga
perusahaan yang bergerak di bidang pergudangan di sana untuk menjaganya.
"Nanti saya akan tetap bangun rumah di sini lahi,
karena saya disuruh jaga perusahaan dari luar setiap malam. Upahnya bervariasi
ada yang Rp 400.000 sampai Rp 600.000 per bulan," katanya.
Sementara itu, Plt Lurah Papanggo Dwi Djunarso mengatakan,
pada pembongkaran ini ada sebanyak 102 bangunan yang berdiri di saluran air.
Bahkan saat ini bangunan warga itu sudah mulai menempati lahan fasilitas sosial
dan fasilitas umum (fasos & fasum) di sekitar lokasi. Akibat banyaknya
bangunan liar ini banyak dikeluhkan warga. Selain itu keberadaan bangunan liar ini juga menyalahi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Setelah bangunan itu ditertibkan, petugas akan menormalisasi saluran yang terokupasi.
"Kalau hujan deras, di sini pasti bakal terendam banjir setinggi lutut orang dewasa atau 50 cm. Makanya setelah bangunan dibongkar, saluran air akan dinormalisasi dan fasos fasum akan dijadikan taman," kata Dwi Djunarso.
0 komentar:
Posting Komentar