Para pengurus pasar di wilayah Jakarta Utara resah. Pasalnya mereka dilarang melakukan pemungut biaya retribusi resmi jika rencana pembayaran sudah dilakukan melalui debet rekening bank DKI. Maka dari itu mereka mengkhawatirkan karena ada beberapa kebutuhan biaya operasional yang selama ini diambil dari hasil pungutan.
Di seluruh Jakarta Utara sedikitnya
ada 24 titik pedagangan kaki lima terkendali atau pedagang binaan Pemkot
Jakarta Utara. Dari jumlah 24 titik itu tercatat ada sebanyak 1.238 PKL yang
aktif berjualan. Rencananya tahap awal, sistem retribusi melalui debet rekening
bank DKI akan diuji coba JU 18, atau Pasar Uler, Jalan. Plumpang Raya,
Rawabadak Selatan, Koja, Jakarta Utara.
Koordinator Pedagang Pasar
Uler, Ustafifi, mengaku keberatan jika pihaknya tidak boleh sama sekali memungut
iuran dari para pedagang. Menurutnya, selama ini biaya operasional pasar, seperti
untuk membayar gaji petugas kebersihan, keamanan dan operasional lainnya biayanya
dari hasil pungutan dari pedagang, bahkan dia mengaku para pengelola ini kian tercekik dengan rencana tersebut.
“Selama ini dari bagian
pungutan itulah ada sebanyak 14 pengurus, yang terdiri 6 orang petugas
keamanan, petugas retribusi dan kebersihan masing-masing 2 orang dan 4 orang
pengurus yang mendapat honor. Selama ini Sudin UMKM dan Koperasi tidak memberi
honor pada pengelola. Jadi kita tidak boleh memungut iuran dari mana saya akan
menggaji mereka," keluhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala
Suku Dinas UMKMKP Jakarta Utara, Almon Daniel, mengakui jika sistem pembayaran
retribusi melalui rekening bank DKI Jakarta, kordinator dan pengurus pasar
tidak perbolehkan lagi untuk pemungut.
Bulan Juli, kata Almon, akan dilakukan pendataan untuk memvalidasi jumlah PKL, setelah datanya selesai dan jumlah valid. Setelah melakukan proses itu, PKL diluar dilarang berjualan dilokasi JU.
0 komentar:
Posting Komentar